Senin (08/07), Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Alifudin menyampaikan rasa kesalnya mengenai lambannya penangan kasus judi online (Judol) di Indonesia. Menurutnya, pemerintah terlalu berleha-leha dalam menjalankan tanggungjawabnya, yang menyebabkan penderitaan meluas di kalangan masyarakat.
“Gimana bisa kita sebut negara ini baik baik saja, jika rakyat terus menerus menjadi korban dari kejahatan Judol, Orang-orang di pemerintahan ini sepertinya lebih sepakat untuk mengorbankan rakyat, dibanding memahami akar masalah Judol ini,” ucap Alifuddin.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalbar 1 ini menambahkan bahwa pemerintah Indonesia seharusnya memiliki kapabilitas dalam mendeteksi akar permasalahan judi online.
“Kita ini kan punya banyak sumber daya penyelidikan dan pembatasan layanan berbahaya ya, kenapa baru digencarkan sekarang? Padahal, dari data PPATK kasus judol ini sudah mengkhawatirkan sejak tahun 2017 karena transaksinya saja sudah sampai 2 triliun, loh. Sekarang, sampai paruh pertama tahun, transaksi judol sudah sampai 600 triliun. Itu 300 kali lipat dari tahun 2017,” tambah Alifuddin.
Melalui data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi keuangan mencurigakan pada kuartal pertama tahun 2024 sepadan dengan 20% dari Anggaran Pendapat Belanja Negara (APBN). Jumlah pemain Judi online di Indonesia juga telah meningkat menjadi 3,2 juta individu.
“Kita tahu presiden baru saja membentuk satgas untuk mengatasi kasus ini. Tapi, kenapa baru sekarang? Apa karena tekanan dari sosial media, no viral no justice? Pemerintah sepertinya lebih antusias bekerja jika nama baik mereka menjadi taruhan. Jika benar-benar memprioritaskan rakyat, pemerintah harus segera mereformasi sistem perencanaan mereka dan fokus pada manajemen masalah secara preventif,” tukas Alifuddin.
Satuan Tugas (Satgas) penanganan kasus judi online sendiri didirikan setelah Presiden RI Jokowi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 21 tahun 2024 pada 14 Juni 2024 di Jakarta. Satgas tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.